Lebaran di Makkah
“Ikutilah umroh kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Sementara itu, tidak ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (HR. An Nasai no. 2631,
Mimpi wisata ke tanah suci lagi sudah aku mulai sejak kepulanganku dari ibadah haji tahun 2016. Mimpi bagaimana mengajak keluargaku menuju ibadah di tempat paling agung dan paling tenang dan tentram dalam melakukan ibadah. Tempat di mana Rosulullah Muhammad SAW dilahirkan dan sekaligus tempat nabi berdakwah. Tempat dimana ada dua kota suci. Kakbah dan Madinah. Di Makkah ada Kakbah di Madinah ada Masjid Nabawi. Dua kota suci inilah yang paling aku rindukan karena di dua tempat ini senantiasa mendapat naungan Allah SWT dan juga selalu dijaga oleh para malaikat.
Tak ada bayangan bagaimana cara kami sekeluarga bisa menuju ke sana. Hingga pada akhirnya ada rezeki yang tak terduga dari toko kami Toko Aulia. Toko yang terletak di Tanak Song kecamatan Tanjung desa Jenggala itu adalah hasil jerih payah bersama dengan suami tercinta, alm H. Eko Widiyanto. Dia merintis usaha dari kecil sampai bisa menjadi toko yang layak seperti halnya toko- toko yang berada di jalan umum di Kabupaten kami, kabupaten termuda dibanding kabupaten lain di pulau Lombok. Dari toko sepatu inilah kami bisa mendapatkan berkah dan barokahnya.
Saat itu, anak sulungku, dr.Firda Aulia Wardani dekat dengan sahabat dekatnya, dr.Fatimatus Tsania yang baru saja selesai intenship, yaitu magang dari program pendidikan dokternya di sebuah Rumah Sakit ternama di Lumajang mengajak pergi umroh bersama-sama. Aku sebagai ibunya hanya mengiyakan saja seraya membaca Bismillah tanpa tau harus mencari biaya dari mana.
Disepertiga malam aku berdoa, berdoa dan terus berdoa kepada yang Maha Kuasa dan Maha Kaya untuk memampukan diriku meraih impian ini sambil kusisihkan rupiah demi rupiah sebagai tabungan khusus umroh. Sedikit demi sedikit lama-lama jadi bukit. Sampai akhirnya diberikanlah aku brosur umroh barengan untuk pergi umroh. Setelah dihitung-hitung jatuhlah pilihanku di akhir bulan ramadhan berangkat umroh, tepatnya di sepuluh terakhir bulan Ramadhan.
Umroh bulan Ramadhan kupilih karena berbagai pertimbangan. Walaupun sebenarnya waktu-waktu untuk umroh adalah boleh sepanjang tahun. Hal ini tidak seperti ibadah haji yang hanya khusus bulan dzulhijah saja atau bulan yang biasanya untuk kita memperingati hari raya Idul Adha.
Di antaranya umroh bulan ramadhan itu banyak keutamaan dan manfaatnya. Salah satunya menurut hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah bahwa Rosulullah SAW bersabda umroh yang dilakukan bulan ramadhan pahalanya menyamai ibadah haji (HR. Ibnu Majah). Kedua, putraku, Reza Muhammad Alfarizi yang kuliah di Universitas Brawaijaya, yang mau ikut belum libur kecuali di bulan ramadhan masih ada sedikit libur untuk lebaran.
Start umroh adalah di Jakarta. Karena itu kami, yang pergi umroh berlima ini, yaitu Aku, Hj. Maria Ulfa, anak sulungku, dr. Firda Aulia Wardani, dan anak bungsuku, Reza Muhammad Alfarizi, serta kakakku mbak Nurul Najmi dan suaminya Mas Ahmad Hadi melakukan perjalanan menuju bandara Juanda menuju bandara Soekarno Hatta pada hari Jumat, tanggal 29 Maret 2024 dengan diantar oleh sanak keluargaku tercinta. Ada budhe Anik dan pasangannya, Paklek Nuchi dan istrinya, Mas Yayan dan Mbak Dyah dan Byan, Mbak Uyun dan anaknya, serta ada mbak Risa dan Mbak Anisah.
Seperti adat pada umumnya bahwa menuju ke tanah suci ada doa-doa khusus yang dibaca sebelum berangkat. Doa-doa khusus itu di antaranya adalah minta keselamatan, minta menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya, minta ketenangan hati, minta menjadi umroh yang mabrur serta ada proses di "adzani" dan di komati" sebelum keluar dari rumah. Maksud di "adzani" adalah dikumandangkan adzan. Sedangkan "dikomati" adalah dikumandangkan iqomah. Layaknya memberangkatkan jenazah .
Tak hanya itu, sebelum naik mobil disunnahkan untuk sholat sunnah safar dua rokaat di masjid terdekat. Di masjid Ar Rohman . Masjid tempat kami sholat sehari-hari yang terletak di daerah kami, di desa Rogotrunan Kabupaten Lumajang. Kemudian lanjut perjalanan menuju ke Surabaya.
Perjalanan dari Lumajang ke Surabaya butuh waktu lumayan lama, kurang lebih empat jam perjalanan. Namun karena jalan tol sudah ada, perjalanan menjadi semakin dekat dan cepat. Hanya dalam waktu dua jam kita sudah sampai. Karena hari itu adalah hari Jumat, kami harus berhenti untuk pergi sholat Jumat di rest area di daerah Pasuruan. Rest area di sana menyediakan banyak fasilitas mulai dari kamar mandi, supermarket, cafe, bahkan masjid juga tersedia. Hal ini memudahkan kita untuk tetap nyaman dan tenang saat bepergian.
Perjalanan dari Bandara Juanda Surabaya ke Soekarno Hatta Jakarta tidak banyak mengalami kendala. Perjalananku saat ini adalah perjalanan yang paling menyenangkan kurasakan karena anak-anakku semua bisa ikut selain itu Kakakku juga ikut serta. Pakde dan Budhe. Agar perjalanan tidak terlalu capek , kami nginap sehari di dekat bandara. Hotel Prima menjadi tujuan kami. Sesuai dengan namanya, hotel tersebut sangat ramah dan bersahabat dengan isi dompet kami. Paginya kami diantar oleh bus mini hotel tersebut menuju bandara. Pelayanan yang prima, lagi-lagi cocok dengan namanya. Hehe..sangat rekomendet, perlu diulang lagi nginapnya, tidak rugi.
Pagi jam sepuluh sudah sampai di bandara. Karena hari itu adalah bulan puasa, malamnya kami mencari makanan untuk sahur juga tidak terlalu sulit. Di sekitar hotel banyak pedagang kaki lima berjualan. Macam-macam pilihannya. Ada soto, rawon, nasi campur, nasi rames. Kupilih yang sederhana dan nikmat, sate ayam. Harga terjangkau dan rasanya pun nikmat.
Teman-teman dari berbagai daerah sudah berkumpul tepat waktu. Ada yang dari Bandung, Lombok, Sulawesi, Jogja, Semarang semua bertemu dalam Umroh Barengan yang dikomandoi oleh PT Wisata Hati atau Matahati . Tak menunggu banyak waktu akhirnya kami pun berangkat setelah melaksanakan sholat Dhuhur terlebih dahulu. Dari tak saling kenal akhirnya kami bisa saling dekat karena tujuan kami cuma satu, bisa ke Tanah Suci bersma-sama.
Tak langsung menuju ke bandara Jeddah, kami nginap sehari dulu di Sri Lanka. Di Sri Lanka inilah, aku banyak bersyukur karena ternyata negeri kita, Indonesia jauh lebih maju daripada negera ini. Bandara Sri lanka, Bandaranaike Colombo ini terlihat sangat sederhana. Jauh dari kesan mewah. Tak ada keramik yang bisa dipakai berkaca seperti rata-rata di bandara Indonesia. Tak ada toilet yang serba canggih yang tinggal pencat-pencet saat menggunakan. Tak ada lift datar yang bisa memudahkan orang berjalan sendiri. Sehari setelah itu kamipun berangkat menuju Jeddah.
Kurang lebih empat jam perjalanan naik pesawat kita sudah sampai di Bandar Udara Internasional Abdul Aziz Jeddah. Begitu keluar semua diarahkan ke bagian imigrasi. Di sana kita diperiksa tentang keimigrasian dan sidik jari. Satu persatu diperiksa dengan teliti. tak lupa juga dilakukan foto diri, tapi bukan selfie. Kurang lebih 5-7 menit rata-rata masing-masing diperiksa. Hanya aku saja yang lama. Petugas berulang kali menggeser-geser pasporku, tapi hasilnya sama, tak memunculkan data diri milikku. Akhirnya aku digeser disuruh minggir dulu walau belum selesai. Padahal teman-teman yang lain sudah masuk. Karena sudah terlalu lama aku dibiarkan di bagian ini, akupun menuju ke petugas lain. Tentunya aku pakai sedikit kemampuan bahasa arab yang tersisa karena aku pernah sekolah di Sekolah Dasar Islam. Kuberanikan diriku untuk bertanya "Limdha tarakt wahdi" Mengapa aku dibiarkan saja? tanyaku pada laskar perempuan. Karena kata-kataku ini maka aku dibawa ke ruang sebelahnya. Ternyata di sana banyak orang-orang yang mengalami hal yang sama sepertiku. Tak menunggu lama setelah aku ditanya-tanya, selesai sudah urusan keimigrasian ini. Jam sudah menunjukkan pukul 19.30 waktu setempat. Tapi Belum bisa makan sedikitpun. Aku pun masuk ke dalam. Kakakku langsung memelukku sambil berdoa. "Ya Allah Alhamdulillah, terima kasih Engkau telah mudahkan prosesnya" katanya sambil berkaca-kaca.
Makan untuk berbuka puasa baru bisa aku terima. Setelah itu aku dipersilakan masuk ke dalam Bus yang rupanya sudah menunggu lama. Bus pun berjalan menuju hotel. "Bismillah Allahumma Lakasumtu wabika amantu waala rizkika aftortu birohmatikaya arhamarrohimin" aku pun menikmati buka puasa dengan menu ala arab. Di perjalanan masih di dalam bus ada seorang Ustad Muda, Mathori namanya. Ia memperkenalkan diri karena ditunjuk sebagai seorang Muthawif. Muthawif artinya seorang pembimbing dan pemimpin ibadah haji dan umroh. Panjang lebar muthawif muda itu bercerita, sampailah pada sebuah tempat yang ditunjuk. Ini sebelah kanan sambil menunjuk ke hotel besar di Madinah, Hotel Utsman bin Affan. Hotel yang masih ada dari hasil peninggalan wakaf sahabat nabi yang dibangun dari hasil wakafnya. Hotel itu dibangun dari tabungan Usman yang telah berusia lebih dari seribu tahun, papar ustadz yang masih kuliah di Mesir tersebut.
Tak terasa kami pun sampai di Al Andalus Palace 3. Ini adalah tempat menginap kami di Madinah. Karena jarak antara hotel dengan masjid yang ada di Madinah, Masjid Nabawi ini dekat. Ini sangat menguntungkan untuk beribadah setiap saat di saat waktu-waktu sholat. Apalagi di moment ramadhan . Setelah sholat Ashar, selalu aku tak kembali lagi ke hotel. Cukup berbuka di Masjid Nabawi saja. Biasanya aku selalu mencari tempat di dalam masjid. Tapi kali ini aku sengaja mencari tempat di luar masjid, yakni di pelataran masjid. Kurang 20 menit berbuka semua jamaah terlihat sudah otomatis berjejer dan berhadap-hadapan dengan rapi. Terlihat di setiap ujung luar masjid ada tumpukan kardus berisi paket untuk berbuka puasa. Jumlahnya pun banyak sekali. Hampir setiap jamaah di masjid tersebut kebagian. "Siapa orang kaya yang dermawan yang telah ihlas berbagi ini ya, Hebat Sekali" pikirku. Pemandangan seperti ini selalu ada di setiap hari di bulan ramadhan. Herankan, beda sekali dengan di negera kita.
Berziarah ke Raudah adalah salah satu bagian dari rangkaian ibadah haji dan Umroh. Tak terkecuali aku. Raudah di Masjid Nabawi adalah tempat yang mulia yang dicintai oleh Allah. Tempatnya berada di antara makam Rosulullah SAW dan mimbar tempat Nabi Muhammad SAW berkhotbah semasa hidupnya. Raudah juga salah satu tempat yang jika kita beribadah di dalamnya akan mengantarkan kita masuk surga" kata Muthawif menjelaskan.
Tiga hari di Madinah tidak terasa karena saking nikmatnya beribadah di bulan suci ramadhan tahun ini. Walaupun sholat tarawih terus kita ikuti dengan ayat-ayatnya yang panjangnya tidak umum bagi daerah kita di Indonesia. Tetap saja menyenangkan karena suara imam sangat merdu. Akhirnya kami berangkat menuju Makkah Al Munawarah. Sebelum sampai kami mengambil miqat atau batas tempat untuk memulai ihram haji atau umroh. Miqat yang kita tuju adalah Bir Ali yang terl;etak di Madinah. Tepatnya di tepi jalan Raya Makkah Madinah di distrik Dzulhulaifah kurang lebih 9 km dari Masjid Nabawi. Tak lama menunggu, terlihat seluruh jamaah umroh barengan sudah memakai ihrom lengkap dengan segala atributnya. "Sudah lengkap?" kata Ustadz Matori bertanya. "Masih ada yang sholat Pak Ustadz, kataku sambil menunjuk ke dalam masjid. Iya jangan lupa sholat sunnah dua rokaat dulu sebelum kita memulai niat, kata kakakku.
Di hotel tersebut kita disambut oleh Muthawif baru, namanya Ustad Muhanis. Sambutan yang cukup hangat. Setelah itu kami dipersilakan untuk menikmati buka puasa dengan diberikan nasi kotak khas Arab. Tak banyak kita berbincang kecuali ucapan "Selamat Datang di Kota Suci Makkah Al Mukaromah, Alhamdulillah Bapak Ibu sampai di hotel dengan kondisi Sehat Wal afiat" tutur muthawif yang berbadan subur itu. Jangan tinggalkan tempat ini dulu, kita langsung bagi kamar" kata muthowif muda yang berkaca mata itu. Tak lama kemudian kita pun sudah menerima kunci masing-masing. "Bu, kita dapat di lantai 7, kata anak bungsuku, yang sekarang masih kuliah semester 8 ini. "Kita tidak usah susah-susah mengangkat koper Bu, sudah ditaruh di depan kamar kita" kata anakku menambahkan. Alhamdulillah, ucapku. "Alhamdulillah, rezeki kita bagus, Bu" kata anak sulungku. Kamar kita lumayan luas dan menghadap jalan raya, Bu, Alhamdulillah" katanya dengan wajah ceria.
Pukul 23.00 ada notifikasi di Grup Umroh Barengan agar segera berkumpul untuk berangkat ke Masjidil Haram. Suttle Bus yang selalu siap di depan hotel untuk mengangkut setiap jamaah yang akan beribadah kesana. Walau berdesak-desakan masih saja kita dapat tempat duduk yang nyaman. Tampak toko-toko berjejer-jejer dari timur sampai ke ujung terowongan kembar kanan kiri. Belum sampai di tempat pemberhentian suttle bus kita sudah disuruh turun karena jumlah jamaah yang menuju ke masjid membludak. "Subhanallah banyaknya manusia-manusia yang ingin diampuni dosa-dosanya ini ya Mbak" kataku pada kakakku, Mbak Nurul. "Iya, lawong iki wes (ini sudah ) malam ke duapuluh tujuh bulan ramadhan" katanya menjelaskan kepadaku.
Kami berbaris menuju ke masjid. "Aku sudah tak sabar ingin berjumpa dan berdoa di depan Kakbah, Mbak" Aku sudah sangat lama merindukannya, sudah lama sekali" kataku sambil terus menerus mengumandangkan "Labbaik Allahumma Labbaik Labaikala sarikalakalabaik Innalhamda wannikmata lakawalmulk la sarikalak" setelah melewati pelataran masjidil Haram yang cukup luas, kami pun masuk melalui pintu ..., kemudian Kakbah sudah kami lihat, langsung kami berdoa melihat Kakbah
اللَّهُمَّ زِدْ هَذَا الْبَيْتَ تَشْرِيفًا وَتَعْظِيمًا وَتَكْرِيمًا وَمَهَابَةً، وَزِدْ مَنْ شَرّفَهُ وَكَرّمَهُ مِمَّنْ حَجَّهُ أَوِاعْتَمَرَهُ تَشْرِيفًا وَتَكْرِيمًا وَتَعْظِيمًا وَبِرًّا
Artinya: "Ya Allah, tambahkan kemuliaan, keagungan, kehormatan, dan kehebatan pada Baitullah ini. Tambahkan juga kemuliaan, kehormatan, keagungan, dan kebaikan untuk orang-orang berhaji atau berumroh yang memuliakan dan menghormati Ka'bah."Tidak tau mengapa kita menjadi otomatis menangis. Tangisan haru, bahagia, rindu campur aduk jadi satu saat semakin dekat jarak kita dengan Kakbah. Semakin derasnya air mataku, aku semakin menjerit dalam hati, aku inginkan hanya satu, "Ya Allah ampuni aku, Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku" doaku dalam hati. Tiba-tiba kurasakan ada tangan yang menyentuh bahuku. "Bu, ayo cepat jalan, kita sudah ada di lampu hijau, lampu tanda kita memulai tawaf" kata anak sulungku.
Dengan fasihnya Ustad Matori memimpin kami untuk Tawaf Qudum. Tawaf Qudum adalah tawaf yang dilakukan jamaah ketika pertama kali datang ke Makkah. Tawaf ini adalah sebagai penghormatan ke Baitullah. Suasana saat itu ramai sekali, kami berdesak-desakan mengelilingi Baitullah. Tak ada jarak antara jamah yang satu dengan jamaah yang lain, kaki sulit dipakai untuk melangkah kecuali hanya digerakkan lewat digeser-geserkan sedikit demi sedikit saking ramainya. Berkali-kali orang-orang mau masuk ke dalam barisan kami, tapi karena sudah diajarkan sebelumnya bagaimana cara mengatasi jika ada jamaah yang nyerondol atau menyerobot, maka kamipun bisa menghalau tanpa harus menyakiti atau bertengkar. "Pintarnya ustad muda itu memilih waktu" kataku dalam hati. "Ini tengah malam ramainya seperti ini, bagaimana jika pagi atau siang hari" pikirku.
Tak bisa minum air zam-zam dan sholat sunnah dua rokaat di belakang Maqom Ibrahim, karena terlalu ramai kondisinya kami pun melanjutkan rukun umroh berikutnya yaitu Sa'i. Sa'i adalah berjalan kaki dan berlari-lari kecil dari bukit Shafa ke bukit Marwah. Di sini kondisinya pun sama. Ramai. Berjubel-jubel para jamaah dari berbagai negara. Alhamdulillah walau ramai kondisinya akhirnya kita bisa menyelesaikan tahapan umroh seluruhnya, termasuk Tahallul. Tahallul adalah memotong sebagian kecil rambut kita. Ini menandai bahwa kita sudah diperbolehkan melakukan sesuatu yang sebelumnya diharamkan. Kegiatan beribadah seperti inilah yang kami ulang-ulang sampai hari terakhir ramadhan.
Malam keduapuluh sembilan adalalah malam yang istimewa. Aku datang lebih awal dari biasanya ke masjidil haram. Karena umumnya di pagi sekitar jam 09.00 biasanya jalan menuju masjid masih longgar. Aku pun memilih tempat pas di depan multazam. Tempat favoritku. Sholat pun tenang tak ada laskar yang suka ngusir-ngusir. Ada saja penyebab diusir. Kadang karena areanya dibersihkan, kadang juga karena sebab lain. Sampai Ashar aku masih bisa sholat dan mengaji di depan multazam. Setelahnya kami pun disuruh pergi, "Hajjah..Hajjah..Hajjah.." itulah kata-kata yang tak asing di telinga siapa saja yang ada di masjidil haram saat bulan ramadhan.
Aku sengaja tidak pulang ke hotel karena ingin melanjutkan ikut sholat tarawih malam ganjil terakhir. Kebetulan yang menjadi imam hari itu adalah Syekh Sudais, yang asli bernama Imam Abdurrahman Al Sudais. Dengan suara khasnya beliau membaca ayat demi ayat dengan sangat fasihnya. Tidak hanya fasih tapi juga merdu. Merdu dan khusuk. Istimewa bacaannya. Tidak terasa sudah dua jam aku mengikuti sholat tarawih. Sampailah di ujung sholat tarawih sang imam membaca doa khatam Al Quran. Hatiku bergetar saat Syekh ini membacakan doa. Doa khusus yang tak pernah aku mendapatinya, doa yang kurang lebih setengah jam lamanya dilantunkan. Meskipun lama, aku tak merasa capek dan ngantuk. Apalagi bosan. Malah aku ingin berlama-lama menikmatinya. Orang-orang di sebelah kanan dan kiriku semua terdengar sesenggukan. Bagaimana tidak, hati dan perasaan kita seolah dibawa kepada kesadaran. Kesadaran yang sesungguhnya, betul-betul sadar bahwa hari itu seolah hari terakhir kita hidup di dunia. Alhamdulillah, dengan kuajak anak-anakku ke tempat suci ini harapanku mereka bisa mengerti dan memahami tujuan hidup di dunia ini.
Malam ini sangat berbeda dengan malam-malam ganjil di akhir ramadhan. Malam ini adalah malam lebaran. Lebaran di Makkah berbeda dengan di Indonesia. Kalau di Indonesia ada yang namanya takbiran keliling, takbir di masjid-masjid, takbir di mushalla-mushalla, dan tak lupa juga petasan-petasan. Di Makkah tidak terlalu ramai, tetapi indah. Indah karena lampu Tower Zam-zam dinyalakan. Tower Zam-zam adalah ciri khas kota Makkah dengan bangunan menara jam tertinggi di dunia dengan tinggi 57 meter dengan dua juta lampu LED menghiasinya. Lampu LED itu akan menyala sesaat setelah diumumkan besok lebaran.
.
Comments
Post a Comment